Jumat, 17 April 2015

MAKALAH AKAL DAN WAHYU



AKAL DAN WAHYU
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah Ilmu Kalam
Jurusan Pendidikan Agama Islam/ 1-B Tarbiyah dan Keguruan
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Jamali Sahrodi



Disusun oleh:
Syaefudin
Fitriyani Prayitno
Septi Nur Fajriyah

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM/1-B
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2014

A.   Pendahuluan
1.    Latar Belakang
Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat, melebihi agama-agama lain. karena Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekerti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari baginda Rasulullah SAW. Tidak hanya itu,  dengan akal juga manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang Allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian Allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Namun dalam menggunakan akal terbatas akan hal-hal bersifat tauhid, karena ketauhidan sang pencipta tak akan terukur dalam menemukan titik ahir, begitu pula dengan wahyu sang Esa, karena wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk menunjukkan kebesaran Allah. Maka antara wahyu dan akal harus selalu mengingat bahwa semuanya itu karena Allah semata. Dan tidak akan terjadi jika Allah tidak mengizinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap Allah karena kesombongannya.

2.    Rumusan Masalah
·       Apa pengertian wahyu dan akal?
·       Bagaimana kedudukan wahyu dan akal dalam Islam?






B. Pembahasan
1. Akal
a)    Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Arab al-‘Aql (العـقـل), yang merupakan kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti.[1] Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: sutu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang membedakan manusia dari mahluk lain.

b)   Fungsi Akal
Akal banyak memiliki fungsi dalam kehidupan, antara lain:
1.      Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
2.      Sebagai alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
3.      Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan tersebut. Dan  Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal, Iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat, dan akallah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.

c)    Kekuatan Akal
Tak seperti wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti contoh:
1.   Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
2.   Mengetahui adanya hidup akhirat.
3.   Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada
mengenal tuhan dan berbuat baik, sedang kesengsaraan tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
4.   Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
5.   Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya  menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akherat
6.   Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.

2. Wahyu
a)    Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari bahasa arab الوحي, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Ketika berbentuk masdar, kata Al-Wahyu memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhadap Nabi-Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.[2]
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.

b)  Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada nabi-nabi-Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.

c) Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
1.    Wahyu ada karena izin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2.    Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3.    Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4.    Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5.    Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.

3.  Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam
Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum Islam, antara wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Ketika hukum Islam berbicara sesuatu yang identik dengan wahyu, maka akal akan segera menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut. Karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah, namun wahyu hanya orang-orang tertentu saja yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, sedangkan akal itu hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan oleh Allah SWT.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berarti akal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-qur’an maupun Hadits itu keduanya bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan zaman, akal yang semestinya mempercayai wahyu yang merupakan sebuah anugerah dari Allah terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut. Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang yang beranggapan semu. Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa hukuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhirat.
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam konteks, yang manakah diantara  akal dan wahyu itu yang menjadi sumber pengetahuan manusia tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk. Maka para aliran Islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antra lain:[3]
1.    Aliran Mu’tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai kemampuan mengetahui empat konsep, yaitu:[4]
1)      Mengetahui adanya Tuhan
2)      Kewjiban berterimakasih kepada tuhan
3)      Mengetahui apa yang baik dan buruk
4)      Kewjiban bagi manusia melakukan yang baik dan menjauhi perbuatan jahat
2. Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand juga mengatakan kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
2.    Sebaliknya aliran Asy’ariyah, berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu.
3.    Sementara itu aliran maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dengan akal, sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu.
Dalam menangani hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan pendapatnya memaparkan hal-hal yang berhubungan antara wahyu dan akal. Seperti  Harun Nasution menggugat masalah dalam berfikir yang dinilainya sebagai kemunduran umat Islam dalam sejarah. Menurut beliau yang diperlukan adalah suatu upaya untuk merasionalisasi pemahaman umat Islam yang dinilai dogmatis tersebut, yang menyebabkan kemunduran umat Islam karena kurang mengoptimalkan  potensi akal yang dimiliki. bagi Harun Nasution agama dan wahyu pada hakikatnya hanya dasar saja dan tugas akal yang akan menjelaskan dan memahami agama tersebut.


























C. Kesimpulan

Wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya. Sedangkan akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum Islam, antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut. Karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah, namun wahyu hanya orang-orang tertentu saja yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, sedangkan akal itu hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan oleh Allah.












DAFTAR PUSTAKA

Atang, Metodologi Study Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, tt), hlm. 47-48
Sahrodi, Jamali Pengantar Falsafah Islam, CV Pangger 2009
Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), Jakarta: UI Press,1986.
www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id diakses selasa, tanggal 3 Desember 2013.
Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah AnalisaPerbandingan), (Jakarta: UI Press,1986), hlm. 34



[1] Jamali Sahrodi, Pengantar Falsafah Kalam, hlm. 182,  menguraikan pendapat Nasution, 1986:5
[2] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah AnalisaPerbandingan, hlm. 34

[3] Atang, Metodologi Study Islam, hlm. 47-48
[4] Jamali Sahrodi, Pengantar Falsafah Kalam, hlm. 184

0 komentar:

Posting Komentar