Sabtu, 02 Januari 2016

MENGENALI DAN MEMPERBAIKI DIRI UNTUK MEMBANGUN NEGERI

MENGENALI DAN MEMPERBAIKI DIRI UNTUK MEMBANGUN NEGERI

Keberadaan Negara Indonesia tercinta tidak bisa dilepaskan dari peran aktif pemuda, khususnya mahasiswa dan pelajar. Sejarah mencatat, perlawanan-perlawanan yang terjadi di banyak daerah dilakukan oleh pemuda dengan sokongan generasi tua. Sejarah juga mencatat bahwa kebangkitan nasional di awal abad 20 menjelang kemerdekaan Negara ini bermula dari organisasi-organisasi yang keberadaan dan gerakannya dimotori oleh kaum muda terpelajar, sebut saja Soekarno muda, dr. wahidin muda, Wahab Chasbullah muda, Wahid Hasyim muda (Ayah dari almarhum Gusdur), dan lain-lain.
Sumpah Pemuda yang dilaksanakan pada 28 Oktober 1928 yang merupakan awal tumbuh kembangnya kesadaran persatuan Indonesia dilaksanakan dan dimotori oleh generasi muda. Bahkan dalam sejarah perjalanan Negara ini juga pernah berdiri Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) yang anggotanya dari kalangan pelajar.
Pasca kemerdekaan dan berakhirnya perang fisik, tentu perjuangan para pemuda (mahasiswa dan pelajar) belum selesai. Masih ada tugas dan perjuangan untuk mengisi kemerdekaan, dan tentu saja buka perjuangan fisik mengangkat senjata seperti masa pra kemerdekaan dan masa mempertahankan kemerdekaan.
Pertanyaannya adalah, apakah jargon cinta tanah air dan mengisi kemerdekaan masih relevan di era globalisasi seperti sekarang ini? Kalau iya masih relevan, bagaimanakah caranya? Bagaimanakah memulainya? Apakah dengan mengikuti program wajib militer dan bela Negara?
Cinta tanah air merupakan hal yang masih relevan meskipun di era globalisasi ini, dunia seakan tiada batas. Cinta tanah air mengajari kita agar sebagai manusia dan bangsa, kita tidak tercerabut dari akar, dan mempunyai jati diri. Bahkan, Negara-negara yang dikatakan maju pun, warganya memiliki kebanggaan dan kecintaan terhadap Bangsa dan Negaranya.
Warga Negara dari Negara yang dikatakan Negara maju mempunyai rasa cinta tanah air yang tidak kecil. Artinya, globalisasi tidak mengurangi atau menghilangkan cinta tanah air. Malahan, dengan memiliki cinta tanah air, kita akan menunjukkan kekhasan kita sebagai warga Negara Indonesia, dan menjadi manusia Indonesia yang tidak mudah diombang-ambing oleh ketidak pastian akibat globalisasi.
Cinta tanah air bisa ditanamkan dan ditumbuhkan dengan berbagai macam cara, program wajib militer dan bela Negara merupakan salah satu cara yang tidak menafikan cara-cara lainnya. Bahkan Habib Muhammad Luthfi menggunakan media peringatan maulid Nabi Muhammad Saw sebagai cara penanaman cinta tanah air, yang mana wujud nyata aplikasi atas cinta tanah air ini adalah disesuaikan dengan konteks dan kemampuan masing-masing. Semisal, dengan membeli produk dalam Negeri, melakukan hal yang positif dalam bidang pendidikan, dan sosial budaya, dan lain-lain.
Akan Tetapi, kecintaan terhadap tanah air dengan berbagai macam aplikasi nyatanya jangan sampai menafikan pentingnya mengenali diri dan memperbaiki diri. Tentu saja dua hal tersebut harus berjalan bersama. Karena jika menunggu diri sendiri baik dan sempurna baru melaksanakan hal-hal yang bermanfaat, maka sampai mati pun kita hanya akan berdiam diri.
Memperbaiki diri sendiri tentu berawal dari mengenali diri sendiri. Ibarat seorang dokter tidak akan member resep obat pada pasiennya sebelum mengnali penyakit yang diderita pasien. Tetapi pertanyaannya adalah, bagaimana cara kita bisa mengenali diri kita sendiri?
Tentu banyak cara untuk mengenali diri, dan diantara caranya ialah terus berproses dan belajar, serta yang tak kalah penting ialah berkontemplasi untuk merenungi keadaan diri sendiri agar sadar siapa dirinya dan untuk apa dirinya hidup. Sehingga kesadaran yang lahir dari laku kontemplasi itu melahirkan lelaku yang manusiawi, yaitu lelaku yang sesuai dengan tugas manusia sebagai hamba Tuhan dan khalifah Tuhan di Bumi.
Selain itu, sebagaimana walisanga dahulu yang sudah tuntas dengan dirinya dan sadar sebagai hamba Tuhan dan khalifah Tuhan, walisanga pun ketika berjuang tidak melupakan sisi penting dalam perjuangan, yaitu sisi ekonomi. Patut dicatat, bahwa ketika berjuang para walisanga dan penerus beliau tidak sekedar menggelar pengajian, tetapi juga bertani dan berdagang untuk memperkuat ekonomi beliau-beliau, sehingga beliau-beliau dalam berjuang tidak mengandalkan dan mengharapkan pemberian orang lain. Kemandirian dan kekuatan ekonomi benar-benar walisanga bangun dan kuatkan.

Hal tersebut tentu masih relevan untuk kita contoh di masa kini, yaitu kita dalam berjuang untuk kemanfaatan dan kemaslahatan bagi masyarakat dan Negara Indonesia tidak mengharapkan dan mengandalkan pemberian orang lain atau proposal, tetapi ekonomi kita kuat dan mandiri, malah kita yang memberi orang lain yang membutuhkan, dan dalam berjuang pun kita tidak selalu terbentur masalah pendanaan. 

0 komentar:

Posting Komentar