POTRET GURU MENURUT PROGRESIVISME
Peranan sekolah adalah memelihara
dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini,
melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisioanl.
Selanjutnya mengenai pearanan guru banyak persamaan dengan perenialisme. Guru
di anggap sebagai seorang yang menguasai lapangan subjek khusus dan merupakan
model contoh yang sangat baik untuk di gugu dan di tiru. Guru merupakan orang
yang menguasai pengetahuan, dan kelas bearada di bawah pengaruh dan pengawasan
guru.[1]
Guru dalam
melakukan tugasnya mempunyai peranan sebagai:
1.
Fasilitator, orang yang menyediakan
diri untuk memberi makna jalan kelancaran proses belajar sendidri siswa.
2.
Motivator, orang yang mampu
membangkitkan minat siswa untuk terus giat belajar sendiri
3.
Konselor, orang yang membantu siswa
menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang di hadapi oleh setiap
siswa. Dengan demikian, guru perlu mempunyai pemahaman yang baik tentang
karakteristik siswa dan tehnik-tehnik memimpin perkembangan siswa, serta
kecintaan pada anak agar dapat menjalankan peranannya dengan baik.[2]
Guru
menurut pandangan filsafat progresivisme adalah sebagai penasihat, pembimbing,
pengarah, dan bukan segai orang pemegang otoritas penuh yang
Potret guru
menurut rekontruksionisme
Martha perkins seorang guru di SMU
mengajar IPS dan sejarah memiliki reputasi sebagai seorang aktifis sosial.
Suaranya yang lembut dan senyuman yang hangat mengingkari intensitas
pengaruhnya mengenai tekanan isu-isu dunia, dari terorisme internasional dan
kelaparan sampai pada pemanfaatan ruang angkasa yang damai. Dan pentingnya
semua manusia untuk bekerja pada suatu komunitas global.
Selama awal tahun 1970-an, Martha
berpartisipasi sebagai siswa sekolah menengah dalam beberapa kegiatan
demonstrasi menentang peperangan di Vietanam. Ini juga menandai awal dari
peningkatan kepekaan terhadap ketidak adilan sosial secara umum. Seperti
orang-orang muda pada zamannya, Martha dengan giat mendukung suatu kurikulum
yang memfokuskan pada siswa yang memahami ketidakadilan ini dan
mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dapat menghilangkan ketidakadilan itu
dari masyarakat. Ia sangat merasakan pentingnya mendorong siswa mempelajari
mengenai permasalahan-permasalahan sosial dan juga menemukan apa yang dapat
mereka lakukan untuk permasalahan-permasalahan soial tersebut.
Bagi Martha untuk mencapai
tujuan-tujuannya sebagai seorang guru, ia seringkali harus menangani isu-isu
kontrofersial, isu yang banyak di hindari rekan-rekannya di kelas. Ia mersa
bahwa para siswa tidak akan belajar bagaimana menangani permasalahan atau
kontrofersi jika ia menghindari permasalahan dan kontrofersi tersebut.[3]
Potret
guru menurut perenialisme
Tugas utama dalam pendidikan adalah
guru-guru di dalam tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan
pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam
akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan
mengajarkan.[4]
Berikut pandangan aliran perenialisme mengenai guru atau pendidikan:
1.
Guru mempunyai peranan dominan dalam
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
2.
Guru hendaknya orang yang menguasai
suatu cabang ilmu, seorang guru ahli (a master teacher) bertugas membimbing
diskusi yang akan memudahkan sisiwa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang
tepat, dan wataknya tanpa cela.
3.
Guru di pandang sebagai orang yang
memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan kehliannya tidak
diragukan.
Potret guru menurut
essensialisme
Pak Samuel guru matematika di suatu
SMP, di suatu blok miskin di daerah kota. Sebelum datang ke sekolah itu, 6
tahun yang lalu ia mengajar di sekolah di daerah pedesaan. Ia terkenal di
lingkungan sekolahnya di nilai sebagai guru pekerja keras dan dedikasi.
Komitmennya para anak-anak secara khusus nampak ketika ia berbicara mengenai
mempersiapkan anak-anaknya untuk kehidupan di SMU dan di luar sekolah.
Pak Samuael di sekolahnya telah di
kenal tidak menyetujui metode-metode yang digunakan oleh sebagian guru yang
lebih mudah dan lebi berorientasi humanistik. Misalnya, ia secara terbuka dan
kritis (pada rapat guru) terhadap kecenderungan sebagai guru yang membiarkan
para siswa melakukan hal sendiri dan menghabiskan waktu mengungkapkan perasaan
mereka.
Para siswa telah menerima pendekatan
pak Samuel pada pengajaran tanpa omong kosong. Dengan beerapa perkecualian, kelasnya
secara tertib, berjalan seperti rutinitas setandar. Para siswa memasuki ruangan
dengan tenang dan duduk dengan sedikit sekali tindakan bodoh dan main-main yang
menandai awal dari banyak kelas lainnya di sekolah. Seperti halnya aturan
bisnis pertama, pekerjaan rumah sebelumnya dikembalikan dan di bahas.
Selanjutnya, pak Samuel mempresentasikan pelajara hari itu, biasanya penjelasan
berlagsung selama 15-20 menit, tentang bagaimana memecahkan suatu jenis
persoalan matematika tertentu.Selama pengajaran dalam kelompok besar, pak
Samuel juga banyak menggunakan papan tulis, transparansi over head, dan beragam
alat manipilatif seperti, sempoa besar dan balok-balok berwarna yang memiliki
bentuk dan ukauran yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Barnadib Imam, Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Yogyakarta.
1987
Uyoh Sa’dullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : alfabeta,
2003
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Radja Grafindo
Persada
0 komentar:
Posting Komentar