Senin, 10 Agustus 2015

FILSAFAT PENDIDIKAN





POTRET GURU MENURUT PROGRESIVISME
            Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisioanl. Selanjutnya mengenai pearanan guru banyak persamaan dengan perenialisme. Guru di anggap sebagai seorang yang menguasai lapangan subjek khusus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk di gugu dan di tiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan, dan kelas bearada di bawah pengaruh dan pengawasan guru.[1]
Guru dalam melakukan tugasnya mempunyai peranan sebagai:
1.    Fasilitator, orang yang menyediakan diri untuk memberi makna jalan kelancaran proses belajar sendidri siswa.
2.    Motivator, orang yang mampu membangkitkan minat siswa untuk terus giat belajar sendiri
3.    Konselor, orang yang membantu siswa menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang di hadapi oleh setiap siswa. Dengan demikian, guru perlu mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik siswa dan tehnik-tehnik memimpin perkembangan siswa, serta kecintaan pada anak agar dapat menjalankan peranannya dengan baik.[2]
Guru menurut pandangan filsafat progresivisme adalah sebagai penasihat, pembimbing, pengarah, dan bukan segai orang pemegang otoritas penuh yang

Potret guru menurut rekontruksionisme
            Martha perkins seorang guru di SMU mengajar IPS dan sejarah memiliki reputasi sebagai seorang aktifis sosial. Suaranya yang lembut dan senyuman yang hangat mengingkari intensitas pengaruhnya mengenai tekanan isu-isu dunia, dari terorisme internasional dan kelaparan sampai pada pemanfaatan ruang angkasa yang damai. Dan pentingnya semua manusia untuk bekerja pada suatu komunitas global.
            Selama awal tahun 1970-an, Martha berpartisipasi sebagai siswa sekolah menengah dalam beberapa kegiatan demonstrasi menentang peperangan di Vietanam. Ini juga menandai awal dari peningkatan kepekaan terhadap ketidak adilan sosial secara umum. Seperti orang-orang muda pada zamannya, Martha dengan giat mendukung suatu kurikulum yang memfokuskan pada siswa yang memahami ketidakadilan ini dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dapat menghilangkan ketidakadilan itu dari masyarakat. Ia sangat merasakan pentingnya mendorong siswa mempelajari mengenai permasalahan-permasalahan sosial dan juga menemukan apa yang dapat mereka lakukan untuk permasalahan-permasalahan soial tersebut.
            Bagi Martha untuk mencapai tujuan-tujuannya sebagai seorang guru, ia seringkali harus menangani isu-isu kontrofersial, isu yang banyak di hindari rekan-rekannya di kelas. Ia mersa bahwa para siswa tidak akan belajar bagaimana menangani permasalahan atau kontrofersi jika ia menghindari permasalahan dan kontrofersi tersebut.[3]

Potret guru menurut perenialisme
       Tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru di dalam tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.[4] Berikut pandangan aliran perenialisme mengenai guru atau pendidikan:
1.      Guru mempunyai peranan dominan dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
2.      Guru hendaknya orang yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru ahli (a master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan sisiwa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan wataknya tanpa cela.
3.      Guru di pandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan kehliannya tidak diragukan.

Potret guru menurut essensialisme
            Pak Samuel guru matematika di suatu SMP, di suatu blok miskin di daerah kota. Sebelum datang ke sekolah itu, 6 tahun yang lalu ia mengajar di sekolah di daerah pedesaan. Ia terkenal di lingkungan sekolahnya di nilai sebagai guru pekerja keras dan dedikasi. Komitmennya para anak-anak secara khusus nampak ketika ia berbicara mengenai mempersiapkan anak-anaknya untuk kehidupan di SMU dan di luar sekolah.
            Pak Samuael di sekolahnya telah di kenal tidak menyetujui metode-metode yang digunakan oleh sebagian guru yang lebih mudah dan lebi berorientasi humanistik. Misalnya, ia secara terbuka dan kritis (pada rapat guru) terhadap kecenderungan sebagai guru yang membiarkan para siswa melakukan hal sendiri dan menghabiskan waktu mengungkapkan perasaan mereka.
            Para siswa telah menerima pendekatan pak Samuel pada pengajaran tanpa omong kosong. Dengan beerapa perkecualian, kelasnya secara tertib, berjalan seperti rutinitas setandar. Para siswa memasuki ruangan dengan tenang dan duduk dengan sedikit sekali tindakan bodoh dan main-main yang menandai awal dari banyak kelas lainnya di sekolah. Seperti halnya aturan bisnis pertama, pekerjaan rumah sebelumnya dikembalikan dan di bahas. Selanjutnya, pak Samuel mempresentasikan pelajara hari itu, biasanya penjelasan berlagsung selama 15-20 menit, tentang bagaimana memecahkan suatu jenis persoalan matematika tertentu.Selama pengajaran dalam kelompok besar, pak Samuel juga banyak menggunakan papan tulis, transparansi over head, dan beragam alat manipilatif seperti, sempoa besar dan balok-balok berwarna yang memiliki bentuk dan ukauran yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Barnadib Imam, Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Yogyakarta. 1987
Uyoh Sa’dullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : alfabeta, 2003
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Radja Grafindo Persada






[1] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, hlm. 29
[2] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, hlm. 147
[3] Uyoh Sa’dullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, hlm. 172
[4] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, hlm. 164

0 komentar:

Posting Komentar