Sabtu, 14 November 2015

JANGAN BERSEDIH DAN USIRLAH SETIAP KEGALAUAN

JANGAN BERSEDIH DAN USIRLAH SETIAP KEGALAUAN

Berhentinya seorang mukmin dari beraktivitas adalah kelalaian. Kekosongan adalah musuh yang mematikan, dan kesenggangan adalah sebuah kemalasan. Kebanyakan orang yang selalu gundah dan hidup dalam kecemasan adalah mereka yang terlalu banyak waktu senggangnya dan sedikit aktivitasnya. Adapun manfaat yang mereka dapatkan dari semua itu adalah hanya sekadar desas-desus dan omong kosong yang tak berguna. Itulah keuntungan yang juga diraih oleh mereka yang tak pernah mengerjakan amalan yang bermakna dan berbuah pahala.
Oleh sebab itu, hendaknya kamu senantiasa bergerak, bekerja, mencari, membaca, membaca al-Qur'an, bertasbih, menulis atau mengunjungi sahabat. Gunakan waktu sebaik-baiknya, dan jangan biarkan ada satu menitpun yang terbuang sia-sia! Ingat, sehari saja anda kosong tak bergerak, niscaya kegundahan, keresahan godaan dan bisikan setan akan mudah menyelinap dalam tubuh anda! Dan bila sudah demikian, maka anda akan menjadi lapangan permainan setan.

Aidh al-Qarni (Laa Tahzan)

Senin, 09 November 2015

WAKTU DAN TEMPAT MENGHAFAL ILMU

WAKTU DAN TEMPAT MENGHAFAL ILMU

Hendaknya seseorang bisa memanfaatkan umurnya dengan membagi waktu siang dan malamnya. Seperti halnya menggunakan waktunya dengan belajar/menghafal ilmu. Karena sisa umur seseorang tidak ternilai harganya. Ada waktu-waktu yang terbaik untuk kita gunakan belajar/menghafal ilmu yaitu:
v Waktu terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur.
v Waktu untuk membahas/meneliti (suatu permasalahan) adalah di awal hari.
v Waktu terbaik untuk menulis adalah di tengah siang.
v Waktu terbaik untuk menelaah dan mengulang (pelajaran) adalah malam hari.

Al-Khathib rahimahullah berkata: “Waktu terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur, setelah itu pertengahan siang, kemudian waktu pagi.”Beliau berkata lagi: “Menghafal di malam hari lebih bermanfaat daripada di siang hari, dan menghafal ketika lapar lebih bermanfaat daripada menghafal dalam keadaan kenyang.”Beliau juga berkata: “Tempat terbaik untuk menghafal adalah di dalam kamar, dan setiap tempat yang jauh dari hal-hal yang melalaikan.”Beliau menyatakan pula: “Tidaklah terpuji untuk menghafal di hadapan tetumbuhan, yang menghijau,atau di sungai, atau di tengah jalan, di tempat yang gaduh, karena hal-hal itu umumnya akan menghalangi kosongnya hati.”


Al-Qadhi Ibrahim bin Abil Fadhl ibnu Jamaah Al-Kinani Rahimahullah (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim), hlm. 73-73, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah.


Sabtu, 07 November 2015

SEPULUH PENYEBAB HATI MATI

SEPULUH PENYEBAB HATI MATI

Syaqiq al- Balkhi berkata: "Suatu saat Ibrahim bin Adham berjalan di pasar Bashrah, maka orang yang mengetahui kedatangannya berkumpul mengerumuninya. Di antara mereka ada yang bertanya tentang firman Allah (QS. Al-Mukmin:60).
 أدعونى أستجب لكم
Artinya: Berdoalah kepada-Ku, niscaya aku akan mengabulkan do’a kalian.
            Orang yang bertanya itu selanjutnya berkata: “Padahal kami sering berdoa, tapi tetap Allah tidak mengabulkan doa kami”.
            Ibrahim bin Adham kemudian berkata:” Wahai penduduk Bashrah, sesungguhnya hati kalian telah mati oleh seupuluh sebab, maka bagaimana mungkin Allah mengabulkan doa kalian. Kesepuluh faktor yang menyebabkan hati kalian mati adalah:
1.      Kalian mengenal Allah, tetapi tidak mau menunaikan hak-haknya.
2.      Kalian suka membaca kitab Allah, tetapi tidak mau mengamalkannya.
3.      Kalian mengetahui iblis itu musuh, tetapi tetap mengikuti perintahnya.
4.      Kalian menyatakan cinta kepada Rasulallah, tetapi meninggalkan sunahnya.
5.      Kalian menyatakan cinta surga, tetapi tidak mau mengamalkan amalan ahli surga.
6.      Kalian mengakui takut siksa neraka, tetapi tetap saja berbuat dosa.
7.      Kalian meyakini bahwa kematian itu haq, tetapi tidak pernah menyiapkan bekal untuk                         menghadapinya.
8.      Kalian selalu memperhatikan aib orang lain, tetapi tidak mau memperhatikan aib dirinya sendiri.
9.      Kalian senang makan rizki Allah, tetapi tidak pernah bersyukur kepadanya.
10.  Kalian sering mengubur orang mati, tetapi tidak mau mengambil pelajaran dirinya.


Oleh karena itu, agar hati kita tidak mati dan benar-benar mati, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Imam Nawawi al-Bantani (Nashaaih al-Ibad)

Jumat, 06 November 2015

YANG LALU BIARLAH BERLALU



YANG LALU BIARLAH BERLALU

Mengingat dan mengenang masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan didalamnya merupakan tindakan bodoh dan gila. Itu, sama artinya dengan membunuh semangat, memupuskan tekad dan mengubur masa depan yang belum terjadi.
Bagi orang yang berpikir, berkas-berkas masa lalu akan dilipat dan tak pernah dilihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu disimpan dalam ruang penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam penjara pengacuhan selamanya. Atau, diletakkan didalam ruang gelap yang tak tertembus cahaya. Yang demikian, karena masa lalu telah berlalu dan habis. Kesedihan tak akan mampu mengembalikannya lagi, keresahan tak akan sanggup memperbaikinya kembali, kegundahan tidak akan mampu merubahnya menjadi terang, dan kegalauan tidak akan dapat menghidupkannya kembali, karena ia memang sudah tidak ada.
Jangan pernah hidup dalam mimpi buruk masa lalu, atau dibawah payung gelap masa silam. Selamatkan diri anda dari bayangan masa lalu! Apakah anda ingin mengembalikan air sungai kehulu, matahari ke tempatnya terbit, seorang bayi keperut ibunya, air susu ke payudara sang ibu, dan air mata kedalam kelopak mata? Ingatlah, keterikatan anda dengan masa lalu, keresahan anda atas apa yang telah terjadi padanya, keterbakaran emosi jiwa anda oleh api panasnya, dan kedekatan jiwa anda pada pintunya, adalah kondisi yang sangat naif, ironis, memprihatinkan, dan sekaligus menakutkan.
Membaca kembali lembaran masa lalu hanya akan memupuskan masa depan, mengendurkan semangat, dan menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga. Dalam al-Qur'an, setiap kali usai menerangkan kondisi suatu kaum dan apa saja yang telah mereka lakukan, Allah selalu mengatakan, "Itu adalah umat yang lalu. "Begitulah, ketika suatu perkara habis, maka selesai pula urusannya. Dan tak ada gunanya mengurai kembali bangkai zaman dan memutar kembali roda sejarah. Orang yang berusaha kembali kemasa lalu, adalah takubahnya orang yang menumbuk tepung, atau orang yang menggergaji serbuk kayu.
Syahdan, nenek moyang kita dahulu selalu mengingatkan orang yang meratapi masa lalunya demikian: "Janganlah engkau mengeluarkan mayat-mayat itu dari kuburnya”. Dan konon, kata orang yang mengerti bahasa binatang, sekawanan binatang sering bertanya kepada seekor keledai begini,"Mengapa engkau tidak menarik gerobak?”
 "Aku benci khayalan,"jawab keledai.

Adalah bencana besar, manakala kita rela mengabaikan masa depan dan justru hanya disibukkan oleh masa lalu. Itu, samahalnya dengan kita mengabaikan istana-istana yang indah dengan sibuk meratapi puing puing yang telah lapuk. Padahal, betapapun seluruh manusia dan jin bersatu untuk mengembalikan semua hal yang telah berlalu, niscaya mereka tidak akan pernah mampu. Sebab, yang demikian itu sudah mustahil pada asalnya. Orang yang berpikiran jernih tidak akan pernah melibat dan sedikitpun menoleh kebelakang. Pasalnya, angin akan selalu berhembus kedepan, air akan mengalir kedepan, setiap kafilah akan berjalan kedepan, dan segala sesuatu bergerak maju kedepan. Maka dari itu, janganlah pernah melawan sunah kehidupan!



Laa Tahzan (Aidh al-Qarni)

Kamis, 05 November 2015

TIGA FAKTOR PEMBENTUK KEPRIBADIAN

TIGA FAKTOR PEMBENTUK KEPRIBADIAN

  1. Jadilah manusia yang paling baik di sisi Allah.
  2. Jadilah manusia yang paling buruk dalam pandangan dirimu.
  3. Jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.
Syekh Abdul Qadir Jailani berkata: "Bila engkau bertemu dengan seseorang, hendaknya engkau memandang dia itu lebih utama daripada dirimu dan katakan dalam hatimu: "Boleh jadi dia lebaih baik di sisi Allah daripada diriku ini, dan lebih tinggi derajatnya".

Jika bertemu dengan orang yang lebih kecil dan lebih muda umurnya daripada darimu, maka katakanlah daalam hatimu: "Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat dosa kepada Allah, sedangkan aku adalah orang yang lebih banyak berbuat dosa kepada Allah, maka tidak diragukan lagi kalau derajat dirinya jauh lebih baik daripada diriku".

Bila dia orang yang lebih tua, maka hendaknya engkau mengatakan dalam hatimu: "Orang ini telah lebih dahulu beribadah kepada Allah daripada diriku".

Jika dia orang yang 'alim/ berilmu, maka katakan dalam hatimu: "Orang ini telah diberi Allah sesuatu yang tidak bisa aku raih, telah mendapatkan apa yang tidak bisa aku dapatkan, telah mengetahui apa yang tidak bisa aku ketahui, dan lebih mengamalkan ilmunya".

Bila dia orang yang bodoh, maka katakan dalam hatimu: " Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka kepadanya, padahal aku mengetahuinya. Aku tidak tahu dengan apa umurku akan Allah akhiri atau dengan apa umur orang bodoh itu akan Allah akhiri, apakah dengan husnul khatimah atau dengan suul khatimah.

Bila dia orang yang kafir, maka katakanlah dalam hatimu: " Aku tidak tahu, bisa jadi dia akan masuk Islam, lalu menyudahi seluruh amalnya dengan amal shalih, dan bisa jadi aku terjerumus menjadi kafir, lalu menyudahi seluruh amalku dengan amal yang buruk.

Dalam pandangan Islam semua manusia itu sama, tidak dibeda-bedakan karena status sosial, harta, tahta, keturunan, atau latar belakang pendidikannya. Manusia yang paling mulia derajatnya di sisi Allah adalah orang yang paling tinggi kadar ketaqwaannya di antara mereka. 


Al-Nashaaih al-'ibaad (Imam Nawawi al-Bantani)

METODE-METODE PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DAN HADITS


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah (Keimanan dan Ketaqwaan kepada Allah) dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu metode pendidikan yang di pergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiya, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dukuasai oleh peserta didik. Dalam pendidikan islam perlu digunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (Lahiriyah dan Bathiniyah), walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan.
Sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebut cara atau metode kadang lebih penting dari materi itu sendiri (Atthoriqotu ahammu minal maadah). Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan serta mencapai tujuan secara sistematis dan tepat.
Rasulullah Saw sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran islam. Rasulullah Saw sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai islami dapat di transfer dengan baik. Rasulullah Saw juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap pribadi orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik material maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah SWT dan syari’atnya.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian al-Qur’an?
2.    Apa pengertian Hadits?
3.    Apa pengertian metode pembelajaran al-Qur’an dan Hadits?
4.    Bagaimana metode pembelajaran al-Qur’an dan Hadits?
C.      Tujuan Pembuatan Makalah
1.      Mengetahui pengertian al-Qur’an
2.      Mengetahui pengertian Hadits
3.      Mengetahui pengertian metode pembelajaran al-Qur’an dan Hadits
4.      Memahami bagaimana metode pembelajaran al-Qur’an dan Hadits















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Al-Qur’an
Dari segi bahasa, terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian al-Qur’an. Sebagian berpendapat, penulisan lafal al-Qur’an di bubuhi dengan hamza (dibaca al-Qur’an   القرآﻦ ). Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa di bubuhi dengan hamza (dibaca al-Quran   القراﻦ ). Asy-Syafi’i, Al-Farrah, dan Al-Asy’ari termasuk diantara ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an di tulis tanpa huruf hamza.[1]
Asy-Syafi’i mengatakan, lafal al-Qur’an yang terkenal itu bukan musytaq (pecahan dari kata apa pun) dan bukan pula berhamza (tanpa tambahan huruf hamza di tengahnya, jadi di baca al-Quran). Lafaz tersebut sudah lazim di gunakan dalam pengertian kalamullah yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW. Dengan demikian menurut al-Syafi’i, lafal tersebut bukan berasal dari akar kata qara-a (membaca), sebab kalau akar katanya qara-a, tentu tiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai al-Qur’an sama dengan nama taurat dan injil.[2]
Al-Farrah, sebagaimana Asy-Syafi’i berpendapat al-Qur’an bukan musytaq dari kata qara-a tetapi pecahan dari kata qara’in (jamak dari qarinah). Yang berarti: kaitan, karena ayat-ayat al-Qur’an satu sama lain saling berkaitan. Karena itu huruf nun pada akhir lafal al-Qur’an adalah huruf asli bukan huruf tambahan. Dengan demikian, kata al-Qur’an itu dibaca dengan bunyi al-Quran bukan al-Qur’an.
Masih sejalan dengan pendapat yang diatas, Al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan, lafal-al-Qur’an adalah musytaq atau pecahan dari akar kata qarn. Ia mengemukakan contoh kalimat qarnusy-syai bisysyai (menggabungkan sesuatu dengan sesuatu). Kata qarn dalam hal ini bermakna gabungan atau kaiatan, karena sura-surah dan ayat al-Qur’an saling bergabung dan berkaitan.
Tiga pendapat di atas pada prinsipnya berkesimpulan bahwa lafal-al-Qur’an adalah al-Quran (tanpa huruf hamza di tengahnya). Hal ni berbeda dengan pemakaian kaidah pembentukan kata yang umum di gunakan dalam bahasa arab. Meskipun demikian ketiga pendapat tersebut memperlihatkan fungsi dan kedudukan al-qur’an sebagai kitabullah yang ayat-ayatnya saling berkaitan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan yang serasi.
Dari segi istilah para ahli memberikan definisi al-Qur’an. Menurut manna’ al-Qathan,  al-Qur’an adalah kalamullah yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah. Kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karena istilah itu di sandarkan kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istlah al-Qur’an perkataan yang berasal selain dari Allah, seperti perkataan manusia, jin dan malaikat. Dengan rumusan yang diturunkan kepada Muhammad SAW berarti tidak termasuk segala sesuatu yang diturunkan kepada para nabi sebelum Muhammad SAW, seperti Zabur, Taurat, Injil. Selanjutnya dengan rumusan “membacanya adalah ibadah” maka tidak termasuk hadits-hadits Nabi. Al-Qur’an di turunkan Allah dengan lafalnya. Membacanya adalah perintah, karena itu membaca al-Qur’an adalah ibadah.[3]
Definisi lain mengenai al-Qur’an dikemukakan oleh al-Zarqani “al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dari permulaan surah al-fatihan sampai akhir surah an-Naas”.
Abdul Wahhab Khallaf memberikan definisi “al-Qur’an adalah firman Allah yang ditrunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui al-Ruhul Amin (jibril) dengan lafal-lafal yang berbahasa arab dan maknanya yang benar, agar Ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa Ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sasaran pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya.

B.       Pengertian hadits
Yang dimaksud dengan hadits, ialah:[4]
a)    Semua yang bersumber dari Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan beliau terhadap pekerjaan atau perkataan orang lain.
b)   Semua yang bersumber dari para sahabat yang langsung menemani Rasul, melihat pekerjaan-pekerjaannya dan mendengar perkataannya.
c)    Semua yang bersumber dari tabi’in, yang bergaul langsung dengan para sahabat dan mendengar sesuatu dari mereka.

C.      Metode-Metode Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits
1.    Pengertian Metode Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits
Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata,yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati,dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Maka metode memiliki arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan  nama method dan way yang diterjemahkan dengan metode dan cara, dan dalam bahasa Arab, kata metode diungkapkan  berbagai kata seperti kata al-thariqah, al-manhaj, dan al-wasilah. Al-thariqah berarti jalan, al-manhaj berarti sistem, dan al- wasilah berarti mediator atau perantara. Dengan demikian, kata Arab yang paling dekat dengan arti metode adalah al-thariqah.[5] 
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melaksanakan sesuatu. Ungkapan paling tepat dan cepat itulah yang mebedakan method dengan why (yang juga berarti cara) dalam bahasa inggris[6] berasal dari bahasa Inggris method yang artinya cara. Dalam kamus umum bahasa Indonesia metode ialah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Sedangkan bila ditinjau dari segi terminologis (istilah), metode dapat dimaknai sebagai jalan yang ditempuh oleh seseorang supaya sampai pada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan atau perniagaan maupun dalam kaitan ilmu pengetahuan dan lainnya.[7] Metode juga merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara tepat.[8]
Sedangkan pembelajaran Al-Qur’an dan hadits adalah kegiatan pembelajaran materi ilmu Al-Qur’an dan Hadits didalam proses pendidikan. Jadi metode pembelajaran Al-Qur’an dan hadits adalah memberikan tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh didalam kegiatan pembelajaran materi ilmu Al-Qur’an dan hadits kepada anak didik.
Ketika mendengar nama salah satu pelajaran yang ada di madrasah ataupun di pesantren, yakni pelajaran Al-Qur’an dan hadits, mungkin akan terbayang di benak kita sebuah pelajaran yang membosankan dan menjemukan. Ya, pantas saja kesan tersebut segera menyeruak dalam benak kita. Sebab, selama ini pelajaran tersebut memang disampaikan dengan cara dan metode yang membosankan. Metode yang ditempuh oleh guru yang membimbing mata pelajaran tersebut hanya itu-itu saja, nyaris tidak ada perubahan sama sekali. Membaca ayat atau hadis, mendengarkan ceramah guru atau ustaz yang menjemukan dan membuat ngantuk, atau menghafal rangkaian ayat Al-Qur’an dan hadits. Itulah rangkaian rutinitas pembelajaran Al-Qur’an dan hadits yang selama ini terjadi. Melihat tradisi pembelajaran Al-Qur’an hadits yang barusan disebut, pantas dan sangat wajar jika murid-murid merasa jenuh dan bosan.
Dalam kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar guru paling tidak harus memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan mendisain program dan keterampilan mengkomunikasikan program tersebut kepada anak didik. Seorang guru harus mampu memilih dan memilah strategi apa yang akan digunakan dalam pembelajaran. Strategi tersebut haruslah disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2.    Metode Pengajaran Al-Qur’an dan Hadits
            Metode pengajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran bermacam-macam, metode yang bisa dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran al-Qur’an dan hadits yaitu: metode drill, metode kerja kelompok, metode tanya jawab metode resitasi, metode diskusi dan metode ceramah.
a.    Metode Drill (Latihan)
                                 Penggunaan istilah “latihan” sering disamakan artinya dengan istilah “ulangan”.[9] Padahal muksudnya berbeda, latihan bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik anak didik dan dikuasai sepenuhnya, sedangkan ulangan hanyalah untuk sekedar mengukur sejauh mana dia telah menyerap pengajaran tersebut.
                                 Pengajaran yang diberikan melalui metode Drill dengan baik selalu akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1)   Anak didik itu akan dapat mempergunakan daya berfikirnya yang makin lama makin bertambah baik, karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi lebih teratur dan lebih teliti dalam mendorong daya ingatnya. Ini berarti daya berpikir bertambah.
2)   Pengetahuan anak didik bertambah dari berbagai segi, dan anak didik tersebut akan memperoleh paham yang lebih baik dan lebih mendalam. Guru berkewajiban menyelidiki sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh anak didik dalam proses belajar-mengajar, salah satu cara ialah mengukur kemajuan tersebut melalui ulangan (tes) tertulis atau lisan.
b.    Metode Kerja Kelompok
Apabila guru dalam menghadapi anak didik di kelas merasa perlu membagi-bagi anak didik dalam kelompok-kelompok untuk memecahkan suatu masalah atau untuk menyerahkan suatu pekerjaan yang perlu dikerjakan bersama-sama, maka secara mengajar tersebut dapat dinamakan metode kerja kelompok.
c.    Metode Tanya Jawab
                 Metode Tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang telah di ceramakan.
d.   Metode Pemberian Tugas (Resitasi)
                 Yang dimaksud denag metode ini adalah suatu cara dalam proses belajar-mengajar bilamana guru memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggungjawabkan kepada guru. Dengan cara demikian diharapkan agar murid belajar secara bebas bertanggungjawab dan murid-murid akan berpengalaman mengetahui berbagai kesulitan kemudian berusaha untuk ikut mengatasi kesulitan-kesulitan itu.
e.    Metode Diskusi
                   Metode ini biasanya erat kaitanya dengan metode lainnya, misalnya metode ceramah, karyawisata dan lain-lain karena metode diskusi ini adalah bagian yang terpenting dalam memecahkan sesuatu masalah (problem solving). Dalam dunia pendidikan metode diskusi ini mendapat perhatian karena dengan diskusi akan merangsang murid-murid berpikir atau mengeluarkan pendapat sendiri.
f.     Metode Ceramah
                   Guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktunya terbatas) dan tempat tertentu pula. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian terhadap sesuatu masalah. Dalam metode ceramah ini murid duduk, melihat, dan mendengar serta percaya bahwa apa yang diceramakan guru itu adalah benar, murid mengutip ikhtisar ceramah semampu murid itu sendiri dan menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan.
Dalam metode ceramah ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa apa yang diceramakan guru itu adalah benar, murid mengutip ikhtisar ceramah semampu murid itu sendiri dan menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan.
Cara mengajar hadits sama dengan cara mengajar al-Qur’an, hanya saja hadits tidak dibaca secara berlagu. Hadits biasanya lebih pendek dari ayat-ayat al-Qur’an. Mengajar hadits dapat menggunakan cara mengajar al-Qur’an, baik mengenai pengantar, pembahasan, memberi contoh, menyuruh murid membaca, mendiskusikan, membagi-bagi kepada satuan-satuan pikiran, menjelaskan sinonim-sinonimnya, menghubungkan maksud hadits dengan persoalan-persoalan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari dan mengambil kesimpulan dari maksud hadits. Disamping itu guru juga harus memperhatikan hubungan pengajaran hadits dengan persoalan-persoalan agama yang ada hubungannya dengan hadits dengan hadits yang diajarkan dan dengan ayat-ayat al-Qur’an serta persoalan-persoalan akhlak.
Dalam metode pengajaran al-Qur’an itu harus bisa menyesuaikan paserta didiknya. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Mahmud Yunus bahwa ketika berada di kelas I dan II anak-anak belum belajar huruf al-Qur’an, sebab waktu itu anak-anak masih belajar menghafal ayat-ayat yang perlu dibaca dalam sembahyang, seperti Fatihah, surat al-Ikhlas, surat al-Kautsar dan surat-surat pendek lainnya. Begitupun ketika berada di kelas III, IV, V VI dan seterusnya.[10]


















BAB III
SIMPULAN
Dari uraian materi di atas dapat kita simpulkan bahwa:
Dari segi bahasa, terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian al-Qur’an. Sebagian berpendapat, penulisan lafal al-Qur’an di bubuhi dengan hamza (dibaca al-Qur’an   القرآﻦ ). Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa di bubuhi dengan hamza (dibaca al-Quran   القراﻦ ). Asy-Syafi’i, Al-Farrah, dan Al-Asy’ari termasuk diantara ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an di tulis tanpa huruf hamza.
Dari segi istilah para ahli memberikan definisi al-Qur’an. Menurut manna’ al-Qathan,  al-Qur’an adalah kalamullah yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah. Sedangkan menurut al-Qur’an dikemukakan oleh al-Zarqani “al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dari permulaan surah al-fatihan sampai akhir surah an-Naas”.
Jadi metode pembelajaran Al-Qur’an dan hadits adalah memberikan tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh didalam kegiatan pembelajaran materi ilmu Al-Qu Metode pengajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran bermacam-macam, metode yang bisa dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran al-Qur’an dan hadits yaitu: metode drill, metode kerja kelompok, metode tanya jawab metode resitasi, metode diskusi dan metode ceramah.






DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir, Muhamaad, Ahmad. 1981. Metodologi Pengajaran PendidikanAgama Islam. Jakarta
Ash-Shalih, Subhi. 1991. membahas ilmu-ilmu al-qur’an (terjemahan)  tim pusataka firdaus dari judul asli mabahist fi ulum al-qur’an. Jakarta: pustaka firdaus.
Darajat, Zakiah. 2011. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Fathurrohman, Pupuh, M. Sobry Sutikno. 2009. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum Dan Konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama.           
Ismail.2009. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang: LSIS dan RASAIL Media Group.
Tafsir, Ahmad. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yunus, Mahmud. 1990. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.




[1] Subhi ash-shalih, membahas ilmu-ilmu al-qur’an (terjemahan)  tim puataka firdaus dari judul asli mabahist fi ulum al-qur’an, hlm.10.
[2] Ibid hlm. 11
[3]  Subhi ash-shalih, membahas ilmu-ilmu al-qur’an (terjemahan)  tim puataka firdaus dari judul  asli mabahist fi ulum al-qur’an, hlm.10.
[4] Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, hlm 100
[5] Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Group, hlm. 7
[6] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajara Agama Islam, hlm. 9
[7] Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Group, hlm. 8
[8] Pupuh Fathurrohman, M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum Dan Konsep Islami,  hlm. 15
[9] Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, hlm 302
[10] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, hlm. 61

MAKALAH FIQIH MU'AMALAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Manusia hidup di dunia dituntut untuk berhubungan dan berinteraksi dengan yang lainnya. Hal yang sangat mustahil jika manusia hidup di dunia tanpa berhubungan dan berinteraksi dengan yang lainnya. Namun untuk melakukan semua itu, dalam aagama Islam manusia harus bisa memenuhi aturan-aturannya, karena agama Islam telah mengatur semua hal-hal yang terkait tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya seperti masalah perdagangan/ jual beli, pegadaian, sewa menyewa, dan yang lainnya.
Dalam kitab fiqih bab yang menjelaskan tentanhubungan dan interaksi antara manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari itu dinamakan dengan bab mu’amalah. Bab mu’amalah sangat penting untuk kita pelajari dan fahami, karena dengan mempelajari dan memahami bab mu’amalah kita akan bisa melakukan hubungan dan interaksi dengan yang lainnya sesuai dengan agama Islam.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian mu’amalah?
2.    Bagaimana pembagian mu’amalah?
3.    Apa ruang lingkup fiqh mu’amalah?
4.    Bagaimana hubungan antara fiqh muamalah dan fiqih lainnya?
5.    Bagaimana penjelasan tentang fiqh mu’amalah dan hukum perdata?

C.    Tujuan Masalah
1.    Ingin mengetahui pengertian mu’amalah.
2.    Ingin mengetahui tentang pembagian mu’amalah.
3.    Ingin memahami ruang lingkup fiqh mu’amalah.
4.    Ingin mengetahui hubungan hukum Islam dengan hukum romawi.
5.    Ingnin memamahami fiqh mu’amalah dan hukum perdata
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Muamalah
Pengertian muamalah dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bahasa dan kedua dari istilah. Menurut bahasa, muamalah berasal dari kata:  عامل – يعامل –  معاملةsama dengan wazan  فاعل – يفاعل - مفاعلةbahasa Arab yang artinya, saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan. Sedangkan menurut istilah pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan penegertian muamalah dalam arti sempit.[1] Dalam definisi muamalah dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut:
1.    Al-Dimiyati berpendapat bahwa muamlah adalah:
التحصيل الدنيوي ليكون سببا للأخر
 “Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi”.[2]
2.    Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia”.[3]
3.    Mu’amalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.
Dari pengertian-pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa mu’amlah adalah aturan-aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial. Kaidah Muamalah dalam arti luas, tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan sesama manusia dan hubungan antara manusia dan benda.
 Muamalah dalam arti luas ini secara garis besar terdiri atas dua bagian besar, diantaranya :
1.    Al-Qanunul Khas “hukum perdata” yang meliputi :
a.    Muamalah dalam arti sempit ( hukum niaga)
b.    Munakah (hukum nikah)
c.    Waratsah (hukum waris)
d.   Dll.
2.    Al-Qanunul ‘Am “hukum publik” yang meliputi :
a.     Jinayah ( hukum pidana)
b.    Khilafah ( hukum kenegaraan)
c.     Jihad (hukum perang dan damai)
d.    Dll.

Sedangkan pengertian mu’amlah dalam arti sempit didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut:[4]
1.    Hudlari Byk mendefinisikan bahwa mu’amalah yaitu:
المعاملة جميع العقود التى بها يتبادل منافعهم
“Muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling tukar menukar manfaatnya”.
2.    Menurut Idris Ahmad,[5] “Muamalah adalah aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat keperluan jasmaniyah dengan cara yang paling baik”.
3.    Menurut Rasyid Ridha, “Muamalah adalah tukar-menukar barang atau suatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan.
Jika ketiga definisi di atas ditelaah secara seksama, fiqh muamalah dalam arti sempit menekankan keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta benda). Namun menurut pengertian muamalah di atas, fiqih mu’amalah tidak mencakup berbagai hal yang berkaitan dengan harta, seperti cara mengatur tirkah (harta waris), sebab masalah ini telah diatur dalam disiplin ilmu itu sendiri, yaitu dalam fiqih mawaris.

B.     Pembagian Fiqih Muamalah
            Penetapan pembagian fiqih mu’amalah yang dikemukakan ulama fiqih sangat berkaitan dengan definisi fiqih mu’amalah yang mereka buat, yaitu dalam arti luas atau dalam arti sempit. Ibn Abidin, salah seorang yang mendefinisikan fiqih mu’amalah dalam arti luas membaginya menjadi lima bagian :[6]
1.    Mu’awadhah Maliyah (Hukum Kebendaan)
2.    Munakahat (Hukum Perkawinan)
3.    Muhasanat (Hukum Acara)
4.    Amanat dan ‘Aryah (Pinjaman)
5.    Tirkah (Harta Peninggalan)
Pada pembagian di atas, ada dua bagian yang merupakan disiplin ilmu tersendiri yaitu munakahat dan tirkah. Hal itu bisa dimaklumi, sebab Ibn Abidin menetapkan pembagian di atas dari sudut fiqih muamalah dalam pengertian luas.
Sedang Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah, wa Al-Adabiyah membagi fiqih muamalah menjadi dua bagian:[7]
1.    Al-Muamalah Al-Madiyah
Al-muamalah al-madiyah adalah muamalah yang mengkaji segi objeknya, yaitu benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat dimiliki, diperjual belikan atau diusahakan, benda yang menimbulkan kemadaratan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia.
Dengan kata lain, al-muamalah al-madiyah adalah aturan-aturan yang telah ditetapkan syara’ dari segi objek benda. Oleh karena itu, berbagai aktifitas muslim yang berkaitan dengan benda seperti: al-dabai’ (jual-beli) tidak hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi lebih jauh dari itu yakni untuk memperoleh ridho Allah. Konsekuensinya harus menuruti tata cara jual-beli yang telah ditetapkan syara’.
2.    Al-Muamalah Al-Adabiyah
Al-muamalah al-adabiyah maksudnya, muamalah ditinjau dari segi tukar menukar benda yang sumbernya dari panca indera manusia. Sedangkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban seperti jujur, hasud, iri, dendam dll.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, al-muamalah al-adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat yang ditinjau dari segi subjeknya, yaitu manusia sebagai pelakunya. Dengan demikian, maksud adabiyah antara lain berkisar dalam keridhoan dari kedua belah pihak yang melangsungkan akad, ijab qabul, dusta dll. Pada prakteknya al-muamalah al-madiyah dan al-adabiyah tidak dapat dipisahkan.

C.    Ruang Lingkup Fiqih Muamalah
                                    Berdasarkan pembagian fiqih muamalah, ruang lingkupnya pun terbagi dua:
1.    Ruang Lingkup Muamalah Adabiyah
Hal-hal yang termasuk ruang lingkup muamalah adabiyah adalah ijab dan qabul, saling meridhoi, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang dari penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
2.    Ruang Lingkup Muamalah Madiyah
a.    Jual beli (al-bai’ at-tijarah)
b.    Gadai (rahn)
c.    Jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman)
d.   Pemindahan utang (hiwalah)
e.    Jatuh bangkit (tafjis)
f.     Batas bertindak (al-hajru)
g.    Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
h.    Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
i.      Sewa-menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)
j.      Upah (ujral al-amah)
k.    Gugatan (asy-syuf’ah)
l.      Sayembara (al-ji’alah)
m.  Pembagian kekayaan bersama (al-qismah)
n.    Pemberian (al-hibbah)
o.    Pembebasan ( al-ibra’), damai (ash-shulhu)
p.    Beberapa masalah mu’ashirah (muhaditsah), seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnya.

D.    Hubungan antara Fiqih Muamalah dan Fiqih Lainnya
            Telah disinggung bahwa para ulama fiqih telah mencoba mengadakan pembidangan ilmu fiqih. Namun demikian, diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam pembidangannya.
1.    Ada yang membaginya menjadi dua bagian yaitu: ibadah dan muamalah.
2.    Ada yang membaginya menjadi tiga bagian yaitu: ibadah, muamalah, dan uqubah (pidana Islam).
3.    Ada juga yang membaginya menjadi empat bagian yaitu: ibadah, muamalah, munakahat, dan uqubah (pidana Islam).
Di antara pembagian diatas, pembagian yang pertama lebih banyak disepakati oleh para ulama. Hanya saja maksud muamalah di atas adalah dalam arti luas, yang mencakup bidang-bidang fiqih lainnya.
Dengan demikian, fiqih muamalah dalam arti luas merupakan bagian dari fiqih secara umum. Di samping fiqih ibadah yang mencakup bidang-bidang fiqih lainnya, seperti fiqih munakahat, fiqih muamalah dalam arti sempit dan lain-lain. Adapun fiqih muamalah dalam arti sempit merupakan bagian dari fiqih muamalah dalam arti luas yang setara dengan bidang fiqih di bawah cakupan arti fiqih secara luas.

E.     Fiqh Mu’amalah dan Hukum Perdata
Mu’amalah terbagi dua pengertian, yakni mu’amalah dalam arti luas dan mu’amalah dalam arti sempit. Mu’amalah dalam arti luas mencakup masalah al-ahwal al-syahsyiyah, hukum keluarga yang mengatur hubungan antara suami istri, anak dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi munakahat, mawaris, wasiat, dan wakaf. Wakaf termasuk bidang ibadah bila ditinjau dari segi niat, kemungkinan masuk al-ahwal al-syahsyiyah bila wakaf itu wakaf dzuri yaitu wakaf untuk keluarga.
Mu’amalah dalam arti sempit membahas jual beli, gadai, salam, pemindahan utang, serta yang lainnya.
Hukum perdata positif yang berlaku di Indonesia mengatur hukum orang pribadi dan hukum keluarga, hukum benda dan hukum waris, hukum perikatan dan sebagainya. Hal ini dijelaskan oleh H. A. Djazuli dalam bukunya Ilmu Fiqh, dengan menyatakan bahwa bidang-bidang tersebut dalam hukum Islam terdapat dalam al-ahwal al-syahsyiyah, mu’amalah dan qadla. Olehkarena itu tidak tepat mempersamakan bidang fiqih mu’amalah dengan hukum perdata. Bahkan ada sebagian hukum perdata oleh sebagian para ulama di bahas dalam bidang ushul fiqih, seperti tentang subjek hukum atau orang mukalaf. Sistematika fiqih mu’amalah dan hukum perdata positif terdapat perbedaan-perbedaan karena sisitematika hukum perdata mengatur orang pribadi, sedangkan hukum orang pribadi tidak dijelaskan dalam fiqih mu’amalah, tetapi dijelaskan dalam ushul fiqh.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan   
Pengertian muamalah dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bahasa dan kedua dari istilah. Menurut bahasa, muamalah berasal dari kata:   عامل – يعامل –  معاملة sama dengan wazan  فاعل – يفاعل - مفاعلةbahasa Arab yang artinya, saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan. Sedangkan menurut istilah pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan penegertian muamalah dalam arti sempit.
Penetapan pembagian fiqih muamalah yang dikemukakan ulama fiqih sangat berkaitan dengan definisi fiqih muamalah yang mereka buat, yaitu dalam arti luas atau dalam arti sempit.
Berdasarkan pembagian fiqih muamalah, ruang lingkupnya pun terbagi dua:
1.      Ruang Lingkup Muamalah Adabiyah
2.      Ruang Lingkup Muamalah Madiyah
          Telah disinggung bahwa para ulama fiqih telah mencoba mengadakan pembidangan ilmu fiqih. Namun demikian, diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam pembidangannya.
1.      Ada yang membaginya menjadi dua bagian yaitu: ibadah dan muamalah.
2.      Ada yang membaginya menjadi tiga bagian yaitu: ibadah, muamalah, dan uqubah (pidana Islam).
3.      Ada juga yang membaginya menjadi empat bagian yaitu: ibadah, muamalah, munakahat, dan uqubah (pidana Islam).
Mu’amalah terbagi dua pengertian, yakni mu’amalah dalam arti luas dan mu’amalah dalam arti sempit. Mu’amalah dalam arti luas mencakup mencakup masalah al-ahwal al-syahsyiyah, hukum keluarga yang mengatur hubungan antara suami istri, anak dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi munakahat, mawaris, wasiat, dan wakaf. Mu’amalah dalam arti sempit membahas jual beli, gadai, salam, pemindahan utang, serta yang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Dimyathi, Sayyid Muhammad Syatha.t.t I’anat al-Thalibin. Toha Putra: Semarang
Suhendi, Hendi. Fiqh Mu’amalah. 2002. Rajawali Pers: Jakarta.
Madjid, Abdul. 1986. Pokok-Pokok Fiqih Mu’amalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam. IAIN Sunan Gunung Jati: Bandung

























[1] Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, hlm. 1
[2] Al-Dimyati, I’anat al-Thalibin, hlm. 2
[3] Abdul Madjid, Pokok-pokok Fiqh Mu’amalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, hlm 1
[4] Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, hlm. 2

[6] Nana Masduki, Fiqh Muamalah (diktat), Bandung, IAIN Sunan Gunung Djati, 1987, hlm. 4
[7] Ibid, hlm. 4