BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Keberhasilan
menanamkan nilai-nilai rohaniah (Keimanan dan Ketaqwaan kepada Allah) dalam
diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu
metode pendidikan yang di pergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan
ilahiya, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah
dukuasai oleh peserta didik. Dalam pendidikan islam perlu digunakan metode
pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia,
meliputi dimensi jasmani dan rohani (Lahiriyah dan Bathiniyah), walaupun tidak
ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan
semua keadaan.
Sebaik apapun
tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut
sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi
sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering
disebut cara atau metode kadang lebih penting dari materi itu sendiri
(Atthoriqotu ahammu minal maadah). Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan
harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga
hasil pendidikan dapat memuaskan serta mencapai tujuan secara sistematis dan
tepat.
Rasulullah Saw
sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode pendidikan yang
tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan
sangat akurat dalam menyampaikan ajaran islam. Rasulullah Saw sangat
memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai
islami dapat di transfer dengan baik. Rasulullah Saw juga sangat memahami
naluri dan kondisi setiap pribadi orang, sehingga beliau mampu menjadikan
mereka suka cita, baik material maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak
orang untuk mendekati Allah SWT dan syari’atnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian al-Qur’an?
2.
Apa
pengertian Hadits?
3.
Apa
pengertian metode pembelajaran al-Qur’an dan Hadits?
4.
Bagaimana
metode pembelajaran al-Qur’an dan Hadits?
C.
Tujuan Pembuatan Makalah
1.
Mengetahui
pengertian al-Qur’an
2.
Mengetahui
pengertian Hadits
3.
Mengetahui
pengertian metode pembelajaran al-Qur’an dan Hadits
4.
Memahami
bagaimana metode pembelajaran al-Qur’an dan Hadits
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Qur’an
Dari
segi bahasa, terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian
al-Qur’an. Sebagian berpendapat, penulisan lafal al-Qur’an di bubuhi dengan
hamza (dibaca al-Qur’an القرآﻦ ).
Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa di bubuhi dengan hamza (dibaca
al-Quran القراﻦ ). Asy-Syafi’i, Al-Farrah, dan Al-Asy’ari
termasuk diantara ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an di tulis tanpa
huruf hamza.[1]
Asy-Syafi’i
mengatakan, lafal al-Qur’an yang terkenal itu bukan musytaq (pecahan dari kata apa pun) dan bukan pula berhamza (tanpa
tambahan huruf hamza di tengahnya, jadi di baca al-Quran). Lafaz tersebut sudah
lazim di gunakan dalam pengertian kalamullah yang di turunkan kepada nabi
Muhammad SAW. Dengan demikian menurut al-Syafi’i, lafal tersebut bukan berasal
dari akar kata qara-a (membaca),
sebab kalau akar katanya qara-a,
tentu tiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai al-Qur’an sama dengan nama taurat
dan injil.[2]
Al-Farrah,
sebagaimana Asy-Syafi’i berpendapat al-Qur’an bukan musytaq dari kata qara-a
tetapi pecahan dari kata qara’in (jamak
dari qarinah). Yang berarti: kaitan, karena ayat-ayat al-Qur’an satu sama lain
saling berkaitan. Karena itu huruf nun pada akhir lafal al-Qur’an adalah huruf
asli bukan huruf tambahan. Dengan demikian, kata al-Qur’an itu dibaca dengan
bunyi al-Quran bukan al-Qur’an.
Masih
sejalan dengan pendapat yang diatas, Al-Asy’ari dan para pengikutnya
mengatakan, lafal-al-Qur’an adalah musytaq
atau pecahan dari akar kata qarn. Ia
mengemukakan contoh kalimat qarnusy-syai
bisysyai (menggabungkan sesuatu dengan sesuatu). Kata qarn dalam hal ini bermakna gabungan atau kaiatan, karena
sura-surah dan ayat al-Qur’an saling bergabung dan berkaitan.
Tiga
pendapat di atas pada prinsipnya berkesimpulan bahwa lafal-al-Qur’an adalah
al-Quran (tanpa huruf hamza di tengahnya). Hal ni berbeda dengan pemakaian
kaidah pembentukan kata yang umum di gunakan dalam bahasa arab. Meskipun
demikian ketiga pendapat tersebut memperlihatkan fungsi dan kedudukan al-qur’an
sebagai kitabullah yang ayat-ayatnya saling berkaitan satu sama lain sehingga
merupakan satu kesatuan yang serasi.
Dari
segi istilah para ahli memberikan definisi al-Qur’an. Menurut manna’ al-Qathan, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturnkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah. Kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karena istilah
itu di sandarkan kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istlah
al-Qur’an perkataan yang berasal selain dari Allah, seperti perkataan manusia,
jin dan malaikat. Dengan rumusan yang diturunkan kepada Muhammad SAW berarti
tidak termasuk segala sesuatu yang diturunkan kepada para nabi sebelum Muhammad
SAW, seperti Zabur, Taurat, Injil. Selanjutnya dengan rumusan “membacanya
adalah ibadah” maka tidak termasuk hadits-hadits Nabi. Al-Qur’an di turunkan
Allah dengan lafalnya. Membacanya adalah perintah, karena itu membaca al-Qur’an
adalah ibadah.[3]
Definisi
lain mengenai al-Qur’an dikemukakan oleh al-Zarqani “al-Qur’an itu adalah lafal
yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dari permulaan surah al-fatihan
sampai akhir surah an-Naas”.
Abdul
Wahhab Khallaf memberikan definisi “al-Qur’an adalah firman Allah yang
ditrunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui al-Ruhul Amin
(jibril) dengan lafal-lafal yang berbahasa arab dan maknanya yang benar, agar
Ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa Ia benar-benar Rasulullah, menjadi
undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sasaran
pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya.
B.
Pengertian hadits
Yang dimaksud dengan hadits, ialah:[4]
a)
Semua
yang bersumber dari Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan atau
pengakuan beliau terhadap pekerjaan atau perkataan orang lain.
b)
Semua
yang bersumber dari para sahabat yang langsung menemani Rasul, melihat
pekerjaan-pekerjaannya dan mendengar perkataannya.
c)
Semua
yang bersumber dari tabi’in, yang bergaul langsung dengan para sahabat dan mendengar
sesuatu dari mereka.
C.
Metode-Metode Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits
1.
Pengertian Metode Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits
Ditinjau dari segi
etimologis (bahasa), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu “methodos”. Kata
ini terdiri dari dua suku kata,yaitu “metha” yang berarti melalui atau
melewati,dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Maka metode memiliki arti
suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama method dan way yang diterjemahkan dengan
metode dan cara, dan dalam bahasa Arab, kata metode diungkapkan berbagai kata seperti kata
al-thariqah, al-manhaj, dan al-wasilah. Al-thariqah berarti jalan, al-manhaj
berarti sistem, dan al- wasilah berarti mediator atau perantara. Dengan
demikian, kata Arab yang paling dekat dengan arti metode adalah al-thariqah.[5]
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa metode
ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang paling
tepat dan cepat dalam melaksanakan sesuatu. Ungkapan paling tepat dan cepat
itulah yang mebedakan method dengan why (yang juga berarti cara) dalam bahasa
inggris[6] berasal
dari bahasa Inggris method yang artinya cara. Dalam kamus umum bahasa Indonesia
metode ialah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
suatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Sedangkan bila ditinjau dari segi
terminologis (istilah), metode dapat dimaknai sebagai jalan yang ditempuh oleh
seseorang supaya sampai pada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan atau
perniagaan maupun dalam kaitan ilmu pengetahuan dan lainnya.[7]
Metode juga merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh
guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru
tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara
tepat.[8]
Sedangkan pembelajaran Al-Qur’an dan
hadits adalah kegiatan pembelajaran materi ilmu Al-Qur’an dan Hadits didalam
proses pendidikan. Jadi metode pembelajaran Al-Qur’an dan hadits adalah
memberikan tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh didalam kegiatan pembelajaran
materi ilmu Al-Qur’an dan hadits kepada anak didik.
Ketika mendengar nama salah satu pelajaran yang ada di
madrasah ataupun di pesantren, yakni pelajaran Al-Qur’an dan hadits, mungkin
akan terbayang di benak kita sebuah pelajaran yang membosankan dan menjemukan.
Ya, pantas saja kesan tersebut segera menyeruak dalam benak kita. Sebab, selama
ini pelajaran tersebut memang disampaikan dengan cara dan metode yang
membosankan. Metode yang ditempuh oleh guru yang membimbing mata pelajaran
tersebut hanya itu-itu saja, nyaris tidak ada perubahan sama sekali. Membaca
ayat atau hadis, mendengarkan ceramah guru atau ustaz yang menjemukan dan
membuat ngantuk, atau menghafal rangkaian ayat Al-Qur’an dan hadits. Itulah
rangkaian rutinitas pembelajaran Al-Qur’an dan hadits yang selama ini terjadi.
Melihat tradisi pembelajaran Al-Qur’an hadits yang barusan disebut, pantas dan
sangat wajar jika murid-murid merasa jenuh dan bosan.
Dalam kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar
guru paling tidak harus memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan mendisain
program dan keterampilan mengkomunikasikan program tersebut kepada anak didik.
Seorang guru harus mampu memilih dan memilah strategi apa yang akan digunakan
dalam pembelajaran. Strategi tersebut haruslah disesuaikan dengan materi yang
akan diajarkan.
2.
Metode
Pengajaran Al-Qur’an dan Hadits
Metode
pengajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran bermacam-macam, metode
yang bisa dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran al-Qur’an dan hadits
yaitu: metode drill, metode kerja kelompok, metode tanya jawab metode resitasi,
metode diskusi dan metode ceramah.
a. Metode
Drill (Latihan)
Penggunaan
istilah “latihan” sering disamakan artinya dengan istilah “ulangan”.[9]
Padahal muksudnya berbeda, latihan bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan
tertentu dapat menjadi milik anak didik dan dikuasai sepenuhnya, sedangkan
ulangan hanyalah untuk sekedar mengukur sejauh mana dia telah menyerap
pengajaran tersebut.
Pengajaran yang
diberikan melalui metode Drill dengan baik selalu akan menghasilkan hal-hal
sebagai berikut:
1) Anak
didik itu akan dapat mempergunakan daya berfikirnya yang makin lama makin
bertambah baik, karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi
lebih teratur dan lebih teliti dalam mendorong daya ingatnya. Ini berarti daya
berpikir bertambah.
2) Pengetahuan
anak didik bertambah dari berbagai segi, dan anak didik tersebut akan
memperoleh paham yang lebih baik dan lebih mendalam. Guru berkewajiban
menyelidiki sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh anak didik dalam
proses belajar-mengajar, salah satu cara ialah mengukur kemajuan tersebut
melalui ulangan (tes) tertulis atau lisan.
b. Metode
Kerja Kelompok
Apabila
guru dalam menghadapi anak didik di kelas merasa perlu membagi-bagi anak didik
dalam kelompok-kelompok untuk memecahkan suatu masalah atau untuk menyerahkan suatu
pekerjaan yang perlu dikerjakan bersama-sama, maka secara mengajar tersebut dapat
dinamakan metode kerja kelompok.
c. Metode
Tanya Jawab
Metode
Tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan karena
guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana murid dapat mengerti dan dapat
mengungkapkan apa yang telah di ceramakan.
d. Metode
Pemberian Tugas (Resitasi)
Yang
dimaksud denag metode ini adalah suatu cara dalam proses belajar-mengajar
bilamana guru memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas
tersebut dipertanggungjawabkan kepada guru. Dengan cara demikian diharapkan
agar murid belajar secara bebas
bertanggungjawab dan
murid-murid akan berpengalaman mengetahui berbagai kesulitan kemudian berusaha
untuk ikut mengatasi kesulitan-kesulitan itu.
e. Metode
Diskusi
Metode ini biasanya erat
kaitanya dengan metode lainnya, misalnya metode ceramah, karyawisata dan
lain-lain karena metode diskusi ini adalah bagian yang terpenting dalam
memecahkan sesuatu masalah (problem solving). Dalam dunia pendidikan metode
diskusi ini mendapat perhatian karena dengan diskusi akan merangsang
murid-murid berpikir atau mengeluarkan pendapat sendiri.
f. Metode
Ceramah
Guru memberikan uraian atau
penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktunya terbatas) dan
tempat tertentu pula. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan
pengertian terhadap sesuatu masalah. Dalam metode ceramah ini murid duduk,
melihat, dan mendengar serta percaya bahwa apa yang diceramakan guru itu adalah
benar, murid mengutip ikhtisar ceramah semampu murid itu sendiri dan
menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan.
Dalam
metode ceramah ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya bahwa
apa yang diceramakan guru itu adalah benar, murid mengutip ikhtisar ceramah
semampu murid itu sendiri dan menghafalnya tanpa ada penyelidikan lebih lanjut
oleh guru yang bersangkutan.
Cara mengajar hadits sama dengan cara mengajar al-Qur’an, hanya
saja hadits tidak dibaca secara berlagu. Hadits biasanya lebih pendek dari
ayat-ayat al-Qur’an. Mengajar hadits dapat menggunakan cara mengajar al-Qur’an,
baik mengenai pengantar, pembahasan, memberi contoh, menyuruh murid membaca,
mendiskusikan, membagi-bagi kepada satuan-satuan pikiran, menjelaskan
sinonim-sinonimnya, menghubungkan maksud hadits dengan persoalan-persoalan yang
timbul dalam kehidupan sehari-hari dan mengambil kesimpulan dari maksud hadits.
Disamping itu guru juga harus memperhatikan hubungan pengajaran hadits dengan
persoalan-persoalan agama yang ada hubungannya dengan hadits dengan hadits yang
diajarkan dan dengan ayat-ayat al-Qur’an serta persoalan-persoalan akhlak.
Dalam metode pengajaran al-Qur’an itu harus bisa menyesuaikan
paserta didiknya. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Mahmud Yunus
bahwa ketika berada di kelas I dan II anak-anak belum belajar huruf al-Qur’an,
sebab waktu itu anak-anak masih belajar menghafal ayat-ayat yang perlu dibaca
dalam sembahyang, seperti Fatihah, surat al-Ikhlas, surat al-Kautsar dan
surat-surat pendek lainnya. Begitupun ketika berada di kelas III, IV, V VI dan
seterusnya.[10]
BAB
III
SIMPULAN
Dari uraian materi di atas dapat kita simpulkan bahwa:
Dari segi bahasa, terdapat berbagai
pendapat para ahli mengenai pengertian al-Qur’an. Sebagian berpendapat,
penulisan lafal al-Qur’an di bubuhi dengan hamza (dibaca al-Qur’an القرآﻦ ). Pendapat lain mengatakan penulisannya
tanpa di bubuhi dengan hamza (dibaca al-Quran
القراﻦ ). Asy-Syafi’i, Al-Farrah, dan Al-Asy’ari termasuk diantara
ulama yang berpendapat bahwa lafal al-Qur’an di tulis tanpa huruf hamza.
Dari segi istilah para ahli memberikan
definisi al-Qur’an. Menurut manna’ al-Qathan,
al-Qur’an adalah kalamullah yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW dan
membacanya adalah ibadah. Sedangkan menurut al-Qur’an dikemukakan oleh
al-Zarqani “al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW, dari permulaan surah al-fatihan sampai akhir surah an-Naas”.
Jadi metode pembelajaran Al-Qur’an dan hadits adalah memberikan
tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh didalam kegiatan pembelajaran materi
ilmu Al-Qu Metode pengajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran bermacam-macam, metode yang bisa dipilih oleh guru dalam proses
pembelajaran al-Qur’an dan hadits yaitu: metode drill, metode kerja kelompok,
metode tanya jawab metode resitasi, metode diskusi dan metode ceramah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir,
Muhamaad, Ahmad. 1981. Metodologi Pengajaran PendidikanAgama Islam.
Jakarta
Ash-Shalih, Subhi. 1991. membahas ilmu-ilmu al-qur’an (terjemahan) tim pusataka firdaus dari judul asli mabahist
fi ulum al-qur’an. Jakarta: pustaka firdaus.
Darajat, Zakiah. 2011. Metodik Khusus Pengajaran
Agama Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Fathurrohman, Pupuh, M.
Sobry Sutikno. 2009. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum
Dan Konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama.
Ismail.2009.
Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang: LSIS dan
RASAIL Media Group.
Tafsir, Ahmad.
1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yunus, Mahmud. 1990. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
[1] Subhi ash-shalih, membahas ilmu-ilmu al-qur’an (terjemahan) tim puataka firdaus dari judul asli mabahist
fi ulum al-qur’an, hlm.10.
[2] Ibid hlm. 11
[3] Subhi
ash-shalih, membahas ilmu-ilmu
al-qur’an (terjemahan) tim puataka
firdaus dari judul asli mabahist fi ulum
al-qur’an, hlm.10.
[4] Muhammad
Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, hlm 100
[5] Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis
PAIKEM, Group, hlm. 7
[6] Ahmad
Tafsir, Metodologi Pengajara Agama Islam, hlm. 9
[7] Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis
PAIKEM, Group, hlm. 8
[8]
Pupuh
Fathurrohman, M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman
Konsep Umum Dan Konsep Islami, hlm.
15
[9] Zakiah
Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, hlm 302
[10] Mahmud
Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, hlm. 61
👍
BalasHapus